Senin, 25 Juli 2016

Dulu Korban, Kini Penasihat Presiden AS

Equityworld Futures

Equityworld Futures - Turiyo, 54, dan Alimah, 50 masih termangu di kursi ruang tamu rumahnya. Siang itu, angin semilir yang bertiup dari area persawahan, sedikit meredakan gerahnya terik mentari di musim kemarau.

Mengenakan baju batik warna biru lengan pendek, dipadu dengan sarung, serta peci hitam Turiyo beberapa kali saling pandang dengan Alimah, istrinya. Pasangan suami istri sederhana ini, seolah masih tidak mampu menyadarkan dirinya dari kekagetan atas kabar yang diterimanya. Anak pertamanya, Imamatul Maisaroh, 33, yang tinggal di Los Angles, Amerika Serikat, kini menjadi sosok penting di negeri adikuasa.

Bahkan, puteri pertama, dari tiga bersaudara, yang hanya sempat mengenyam pendidikan hingga kelas 1 di SMA Khairudin, Gondanglegi, Kabupaten Malang, itu akan menjadi salah satu orator di acara pengukuhan Hillary Clinton, sebagai calon presiden Amerika Serikat, dari Partai Demokrat. Sesekali Turiyo nampak tertunduk, dan tidak mampu menyembunyikan raut muka bahagia bercampur dengan rasa terkejutnya. “Saya pastinya bahagia, anak saya kini menjadi orang penting. Pastinya kami sekeluarga tidak pernah menyangkanya,” ujarnya.

Pasangan suami istri ini tinggal di sebuah rumah besar, dengan cat dominan berwarna oranye. Terlihat mewah, berdiri di tepi sebuah gang di Dusun Krajan, RT 24, RW 3, Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang. Selama ini, mereka tahunya anaknya hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri. Setelah itu, anaknya tersebut, hanya mengabarkan apabila tidak lagi bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tetapi bekerja di kantor.

“Kantor apa saya tidak tahu,” sambung Alimah. Bayangan keduanya, seolah kembali ke masa silam. Saat anak pertamanya itu beranjak dewasa. Imamatul, yang akrab disapa Ima tersebut, terpaksa harus putus sekolah hingga di kelas 1 SMA, pada tahun 1995, karena ketiadaan biaya. Bahkan, pada tahun itu juga, Ima harus merelakan masa remajanya hilang, karena harus menjalani pernikahan dengan pemuda desa setempat. Meskipun, pernikahan itu tidak pernah dikehendakinya.

“Pernikahannya hanya berjalan setengah tahun saja, lalu mereka pisah. Katanya tidak saling cinta,” ujar Alimah lirih. Turiyo mengaku, pernikahan tersebut terpaksa dilakukan, karena orang tua pihak laki-laki yang memintanya. Setelah pernikahan itu usai, puterinya tersebut nekat ingin bekerja di luar negeri, menjadi pembantu rumah tangga di Hongkong. Bahkan, untuk memuluskan rencana berangkat ke Hongkon, tersebut. Ima muda, sudah menjalani pelatihan beberapa bulan di tempat balai latihan kerja yang ada di Kota Malang.

Belum sempat berangkat ke Hongkong, tibatiba rencananya berubah, dan berangkat ke Amerika Serikat, atas ajakan kenalannya. Keberangkatan ke Amerika Serikat, pada tahun 1997 silam. Tidak disangka, akan membawa Ima masuk menjadi korban perbudakan, dan perdagangan manusia. “Katanya kerjanya berat, dan hanya digaji selama dua tahun saja,” tutur Turiyo.

Setelah berhasil lari dari rumah majikannya , Turiyo menyebutkan, anaknya sempat ditolong orang dan disekolahkan, hingga akhirnya dikabarkan bekerja kantoran. Sejak kepergian ke luar negeri, Ima sudah tiga kali pulang ke rumahnya di desa. Kepulangan pertama, terjadi pada tahun 2001 silam, atau tepatnya sekitar 14 tahun setelah kepergiannya ke Amerika Serikat. S

etiap pulang ke Indonesia, dia selalu membawa serta anak-anaknya. Alimah menyebutkan, puteri sulungnya ini, sempat menjalani pernikahan kedua dengan orang Meksiko, dan memiliki dua orang anak. Yakni satu perempuan, dan satu laki-laki. Sayangnya, pernikahan kedua ini, akhirnya juga kandas. Keluarga anaknya, yang terbangun saat ini, merupakan hasil pernikahan ketiganya.

“Suami ketiganya orang Bandung. Dari pernikahan yang ketiga ini, dia memiliki satu anak perempuan. Semua anaknya dibawa ke Amerika Serikat,” ujar Alimah. Anak sulungnya ini, dikenalnya sebagai anak yang baik, dan penurut. Bahkan, lebih banyak diam. Selama masa remajanya di rumah, juga rajin membantu orang tuanya di sawah. Setiap pulang sekolah, selalu membantu bekerja di sawah.

“Kami ini hanya petani sayur biasa,” ungkap perempuan setengah baya tersebut. Selama bekerja di luar negeri, Ima tidak pernah lupa dengan orang tua dan adikadiknya. Bahkan, dia selalu mengirimkan uang untuk kebutuhan orang tuanya di rumah. Alimah mengaku, setiap mengabari minta bantuan uang, anaknya selalu mengirimkan sesuai dengan permintaan. Termasuk, membantu biaya pembangunan rumah orang tuanya. Sebelum lebaran kemarin, Ima diakui Alimah sempat menelepon keluarganya di desa, untuk saling mengabarkan kondisi kesehatannya.

“Saat telepon juga tidak pernah bercerita kalau dia bekerja di mana. Hanya Tanya-tanya kabar saja,” ungkapnya. Kebaikan Ima tersebut, juga dirasakan oleh adik-adiknya. Salah satunya, diakui oleh Haris Susana, 32. Adik paling bungsu ini, mengaku kakaknya sangat pendiam dan perhatian kepada adikadiknya. “Sejak kecil, saya juga diasuh Mbak Ima. Orangnya sangat baik, dan pendiam, serta penurut dengan orang tua,” ungkapnya.

Selama ini kakaknya tersebut sering berkirim kabar melalui telepon, tetapi tidak pernah bercerita apabila sudah menjadi anggota United States Advisory Council on Human Trafficking di Amerika Serikat. Termasuk, tidak bercerita bahwa besok dia akan menjadi salah satu orator di acara pengukuhan Hillary Clinton sebagai calon presiden Amerika Serikat, dari Partai Demokrat. Saat dihubungi via media sosial Facebook (FB), Imamatul Maisaroh mengaku, akan segera terbang dari Los Angles, ke Philadelphia, untuk menghadiri acara pengukuhan tersebut.

“Rencananya, bulan Oktober saya akan pulang ke Indonesia,” ujar alumni Madrasah Tsanawiyah (MTs) Miftahul Ulum, Kanigoro, Kabupaten Malang, tersebut. Dalam salah setatus di FB nya, dia menyebutkan, bahwa dia memilih menjadi pembela korban perbudakan dan perdagangan manusia, bukan untuk mencari keuntungan atau kemudahan. Tetapi, untuk mencegah perbudakan dan perdagangan manusia itu terjadi pada orang lain, dan menghentikannya.

(Yuswantoro, Equityworld Futures)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar